Mengapa memilih tanur induksi daripada jenis tanur pelebur lainnya untuk proses pengecoran logam? Simak pembahasannya disini ya.
Kita ketahui bahwa tanur pelebur (melting furnace) atau biasa disebut sebagai tungku merupakan salah satu bagian penting dalam proses pengecoran logam. Jika kita analogikan proses pengecoran logam sebagai kegiatan memasak, maka tanur bisa kita sebut sebagai wajan ataupun panci sekaligus kompornya. Hayo.. apa mungkin kita memasak tanpa wajan atau panci? Tentu tidak, bukan? Nah, maka dari itu kita perlu memilah dan memilih wajan seperti apa yang akan kita gunakan. Tentunya disesuaikan dengan keperluan kita ya.
Pada artikel sebelumnya, kita ketahui bahwa ada berbagai macam jenis tanur. Apakah kamu masih ingat jumlah jenis tanur pelebur yang digunakan di Ceper ada berapa? Ya, benar. Ada 5 macam tanur pelebur yang biasa digunakan di industri pengecoran logam di Ceper. Kelima tanur tersebut yaitu tanur besalen, tanur tukik, tanur kupola, tanur induksi, dan tanur krusibel. Kali ini, Logam Ceper akan membahas seputar Tanur Induksi. Apa itu tanur induksi, bagaimana proses kerjanya, dan mengapa kita perlu memilih tanur induksi untuk proses pengecoran logam.
Segala sesuatu tentunya memiliki sejarah, tak terlepas dengan tanur induksi. Mengetahui sejarah dari sesuatu itu penting ya, teman-teman. Darisana kita bisa mengambil suatu pelajaran yang mana bisa membuat kita lebih baik lagi di masa mendatang. Jadi, mari kita cari tahu bagaimana sejarah dibalik tanur induksi.
Tanur induksi pertama digagas oleh Tz. Verant pada tahun 1877. Beliau membuat tanur ini berdasarkan prinsip kerja transformator yang didasari oleh hukum induksi Faraday dan teori medan elektro magnetic Maxwell. Pada saat itu, tanur induksi belum dapat digunakan secara langsung di industri hingga pada tahun 1908, A. N. Lodygin berhasil mengembangkan tanur ini sehingga pada akhirnya dapat digunakan di industri pada awal abad ke-20.
Tanur induksi lahir berkat adanya kemajuan teknologi dalam pengecoran logam. Tanur ini digunakan pada proses peleburan besi, baja cor dan sedikit non-ferro. Tanur induksi menggunakan bahan bakar berupa daya listrik dalam pengoperasiannya yang tentunya lebih ramah lingkungan. Pada umumnya, tanur induksi yang biasa dipakai adalah berfrekuensi 50-60 Hz (tanur induksi frekuensi jala-jala) dengan kapasitas lebur di atas 1 ton/jam, namun ada juga yang berfrekuensi 150-10.000 Hz (tanur induksi berfrekuensi menengah) dengan kapasitas lebur rendah.
Secara umum, tanur induksi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
- Tanur induksi jenis saluran. Jenis tanur ini digunakan sebagai holding furnace, dimana hanya berfungsi untuk menahan temperatur cairan agar tidak turun.
- Tanur induksi jenis krus. Jenis tanur ini digunakan sebagai tanur peleburan.
Lalu, apa keistimewaan dari tanur induksi?
- Tanur induksi dapat digunakan untuk melebur berbagai jenis material.
- Hasil dari peleburan tanur induksi pun bersih karena mekanisme peleburannya terjadi secara langsung berhubungan dengan logam cair.
- Komposisi cairan yang dihasilkan bersifat homogen. Hal ini dipengaruh oleh gaya pengaduk dalam tanur. Gaya ini mengaduk logam cair di permukaan tengah dari tanur sehingga temperatur dan komposisi dari logam cair tetap seragam dan paduan yang ditambahkan akan berdifusi secara cepat dan merata.
Meskipun tanur induksi menjanjikan banyak keuntungan, kita juga perlu memperhatikan beberapa hal yang akan menjadi hambatannya. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya: biaya operasi yang relatif besar, investasi biaya beban yang cukup tinggi, energi listrik yang digunakan sangat besar sehingga tingkat bahayanya pun tinggi, serta biaya perawatan yang bisa dikatakan besar.
Bagaimana? Sudah paham kan alasan-alasan mengapa pilih tanur induksi untuk proses pengecoran logam? Jika ada yang belum kamu pahami silahkan bertanya di kolom komentar atau bisa juga dengan menghubungi Team Logam Ceper langsung.
Penulis: Sinta Rizky | Editor: Tri Rahayu
Leave a Reply