Generasi Baru yang Menghidupkan – Dua kecamatan dengan penduduk terbanyak di Kabupaten Klaten adalah Bayat dan Trucuk. Buku Selayang Pandang dari Klaten untuk Indonesia (2013) menegaskan, zona merah kemiskinan di kabupaten itu adalah di dua kecamatan dengan penduduk terbanyak itu. Sebaliknya, Ceper sebagai kecamatan dengan penduduk terbanyak berikutnya bukanlah kecamatan ketiga yang termiskin.
Sebaliknya, Ceper merupakan salah satu kecamatan yang memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah (PAD) Klaten. Di kecamata ini tumbuh dan berkembang usaha pengecoran logam yang mampu memberikan kesejahteraan bagi warganya, bahkan bagi sejumlah orang dari luar daerah.
Industri cor logam di Ceper diyakini sudah tumbuh sejak masa Kerajaan Mataram, saat pemerintahan Sultan Agung Hanyarakusuma(1613-1645). Adalah dua dari empat pengembara asal Serang, Banten, Ki Ageng Serang Kusuma dan Ki Ageng Barat Ketiga, yang diyakini pertama kali membuat usaha cor logam, khususnya mata bajak (kejen) di Desa Batur, Ceper, Klaten.
Sejak masa itu usaha cor logam terus berkembang. Bahkan, usaha cor besi atau logam di Ceper bisa berkembang, meninggalkan usaha serupa yang tumbuh di daerah lain. Tak hanya membuat mata bajak, tetapi juga berbagai alat kebutuhan rumah tangga, alat pertanian, suku cadang kendaraan, dan bagian dari mesin industri. Pada suatu masa, usaha cor logam di Ceper amat terkenal sebagai penghasil komponen pompa air tangan.
Kontribusi yang besar dari usaha cor logam di Ceper ini tidak hanya membuat kesejahteraan warganya membaik, tetapi juga membantu pertumbuhan perekonomian di Klaten, bahkan nasional. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Mataram, Hindia Belanda, Jepang, Indonesia pasca kemerdekaan, hingga saat ini perhatian terhadap cor besi di Ceper tak pernah terabaikan.
Bahkan, tahun 1962 sudah dibentuk koperasi, yakni Koperasi Cor Logam Prasodjo untuk mewadahi pengusaha di Ceper. Selain itu, dibentuk Koperasi Gabungan Pusat Permesinan Pengerjaan Logam Tjeper (GP3T) untuk pengelolaan bahan baku, setahun kemudian. Situs web Koperasi Batur Jaya menuliskan, tahun 1976 dibentuk Koperasi Pusat Permesinan Pengerjaa Logam Batur Jaya, yang membantu pemerintah untuk semakin meningkatkan kesejahteraan warga Ceper, terutama melalui bantuan dan proyek pemerintah.
Generasi baru yang menghidupkan
Walaupun sudah banyak dan sudah lama pemerintah terlibat dalam pengembangan Pengecoran logam di Ceper, bukan berarti usaha itu tak terhadang masalah. Widodo, Manager PT Bahama Lasakka, salah satu perusahaan modern pengecoran logam di Batur, Ceper, ataupun mantan dosen Politeknik Manufaktur (Polman) Ceper, Osep Teja, mengatakan, akhir tahun 1990-an krisis menerpa usaha cor logam di Ceper. Tak sedikit usaha rumahan yang kolaps.
Kondisi krisis itu, lanjut mereka, terutama disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena persaingan yang kurang sehat antarpengusaha cor logam, terutama dalam penetapan harga jual. Kedua, terjadi kelangkaan bahan baku cor logam.
“Namun, saat ini usaha cor logam di Ceper tumbuh kembali. Bahkan, beberapa usaha mampu kian memodernisasi usahanya,” jelas Widodo.
Persaingan yang kurang sehat, terutama dalam penentuan harga dan perebutan proyek pemerintah, nyaris tak ada lagi di Ceper. Apalagi, Koperasi Batur Jaya, yang menjadi pembina bagi usaha cor logam, selalu mendapatkan proyek dari pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) serta menyerahkannya kepada anggotanya untuk mengerjakan pesanan itu.
Pertumbuhan suasana berusaha yang sehat itu, papar Osep Teja, juga tak lepas dari masih kuatnya kultur kebersamaan di Ceper. Apalagi, sebagian besar usaha cor logam itu dimiliki oleh mereka yang masih terikat dalam keluarga atau persaudaraan. Selain itu, setiap usaha juga memiliki spesialisasi sehingga tidak ada lagi persaingan yangs angat tajam.
“Ada usaha yang spesialis membuat peralatan industri, kebutuhan proyek perumahan, atau untuk peralatan rumah tangga. Biasanya, jika mereka menerima pesanan yang bukan spesialisasinya, akan dilanjutkan pada usaha lain sesuai pesanan itu,” papar dia.
Bahan baku, antara lain berupa logam bekas, pun kini tidak masalah lagi. Apalagi, usaha cor logam di Ceper selalu bisa mengikuti perkembangan teknologi pengecoran logam. Hadirnya generasi baru peleburan logam selalu bisa diserap meskipun belum semua usaha yang ada langsung bisa mengikutinya.
Pada masa awal, pengecoran logam itu memakai tungku yang dinamai besalen. Besalen yang berbentuk seperti pipa dari batu bata dan dilapisi tanah dari Bayat, yang tahan api dipakai ratusan tahun, sebelum akhirnya sebagian pengusaha berpindah memakai tungku tungkik. Lalu, sebagian pengusaha beralih ke dapur kupola yang tak harus melibatkan banyak orang. Dari besalen hingga kupola seluruhnya memakai bahan bakar kayu dan pengecoran logam harus dilakukan dalam skala besar. Belum tentu setiap hari bisa dilakukan pengecoran logam.
Namun, sebagian usaha cor logam di Ceper kini menggunakan tungku induksi yang lebih ramah lingkungan dan memakai daya listrik. Generasi baru teknologi peleburan logam ini memungkinkan pengusaha membuat varian baru produknya, papar Teja. Itu bisa dilakukan karena jenis logam yang bisa dilebur pada tungku induksi amat beragam, bahkan membuat komposisi logam, dan memungkinkan dalam skala kecil pengecoran. Pengusaha bisa kapan saj melakukan peleburan logam. Namun, harga tungku induksi masih tinggi, tak kurang dari Rp 500 juta per unit.
“Belum semua usaha cor logam di Ceper mampu membelinya,”kata Teja, yang kini juga terlibat dalam usaha cor logam di Ceper, bersama istri dan mertuanya. Apalagi, beberapa usaha tak terlalu memerlukannya.
Widodo mengakui peran generasi baru dalam tumbuh dan berkembangnya usaha cor logam di Ceper. Bukan hanya dalam hal teknologi pengecoran logam, melainkan juga generasi baru sumber daya manusisa berpengaruh besar dalam perkembangan usaha itu. Generasi baru itu yang kini banyak memimpin usaha cor logam di Ceper.
Teja, misalnya, bukan warga asli Ceper. Namun, dia setelah menikah dengan gadis Ceper, Maria Ulfah, juga terlibat langsung dalam pengembangan cor logam di Ceper, terutama dalam hal marketing. “Sejak tahun 2011, saya mengembangkan marketing cor logam secara online,” kata Pengusaha yang pernah mengenyam kuliah di Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Selain membuka situs web logamceper.com yang bermitrakan dengan beberapa usaha cor logam di Ceper, Teja juga membuat maria.co.id dan Maria Infiniferro yang berkonsentrasi di bidang marketing. “Dengan melalui online, terbuka pasar dari luar Jawa,” papar dia lagi.
Namun, sayangnya sampai saat ini belum semua perusahaan cor logam di Ceper terbuka dengan marketing online. Selain itu, lanjut Teja, belum ada pusat pemasaran bersama (showroom) bagi produk cor logam.
Kepala bidang Humas Pemerintah Kabupaten Klaten Herlambang Joko Santosa menuturkan besarnya kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama cor logam, dalam PAD dan perekonomian Klaten. Dari sekitar Rp 85 miliar PAD Kabupaten itu tahun lalu, sekitar 10 persen berasal dari UMKM, terutama dari cor logam di Ceper.
Oleh karena itu, Pemkab Klaten terus melakukan pembinaan pada pengusaha cor logam di Ceper. Keberhasilan pengusaha itu menjadi keberhasilan pemerintah pula.
Sumber : Cetakan Koran Kompas (halaman 36), hari Rabu tanggal 23 Juli 2014 oleh Erwin Edhi Prasetya & Tri Agung Kristanto (wartawan Kompas).
Leave a Reply